Jumat, 25 Januari 2013

TOKOH PENDIDIKAN NASIONAL KI HADJAR DEWANTARA

Raden Mas Suwardi Suryaningrat yang kemudian lebih dikenal dengan nama Ki Hajar Dewantara, dilahirkan pada 2 Mei 1889 di Yogyakarta. Ia berasal dari lingkungan keluarga kraton Yogyakarta. Setelah menamatkan ELS (Sekolah Dasar Belanda), ia meneruskan pelajarannya ke STOVIA (Sekolah Dokter Bumiputera), tapi tidak sampai tamat karena sakit. Ia kemudian menulis untuk berbagai surat kabar seperti Sedyotomo, Midden Java, De Express dan Utusan Hindia. Ia tergolong penulis tangguh pada masanya; tulisan-tulisannya sangat tegar dan patriotik serta mampu membangkitkan semangat antikolonial bagi pembacanya. Selain menjadi seorang wartawan muda RM Soewardi juga aktif dalam organisasi sosial dan politik, ini terbukti di tahun 1908 dia aktif di Budi Oetama dan mendapat tugas yang cukup menantang di seksi propaganda.

Perkenalannya dengan Dr. Danudirdja Setyabudhi (F.F.E Douwes Dekker), dr. Cipto Mangunkusumo dan Abdul Muis melahirkan gagasan baru untuk mendirikan partai politik pertama yang beraliran nasionalisme Indonesia, yakni Indische Partij. Partai yang berdiri pada tahun 1912 ini memiliki keyakinan bahwa nasib masa depan penduduk Indonesia terletak di tangan mereka sendiri, karena itu kolonialisme harus dihapuskan. Namun sayang, status badan hukumnya ditolak oleh Pemerintah Kolonial Belanda.

Mereka bertiga kemudian membentuk Komite Bumiputera, sebuah organisasi tandingan dari komite yang dibentuk oleh Pemerintah Belanda. Bersamaan dengan itu, RM Suwardi kemudian membuat sebuah tulisan berjudul Als Ik Eens Nederlander Was (Seandainya Aku Seorang Belanda) yang menyindir ketumpulan perasaan Belanda ketika menyuruh rakyat Indonesia untuk ikut merayakan pembebasan Belanda dari kekuasaan Perancis.

Tulisan yang dimuat dalam koran de Express milik Dr. Douwes Dekker ini dianggap menghina oleh Pemerintah Belanda sehingga keluar keputusan hukuman bagi beliau untuk diasingkan ke Pulau Bangka. Usaha pembelaan yang dilakukan Dr. Douwes Dekker dan dr. Cipto Mangunkusumo tidak membawa hasil, bahkan mereka berdua terkena hukuman pengasingan juga. Karena menganggap pengasingan di pulau terpencil tidak membawa manfaat banyak, mereka bertiga meminta kepada Pemerintah Belanda untuk diasingkan ke negeri Belanda. Pada masa inilah kemudian RM Suwardi banyak mendalami masalah pendidikan dan pengajaran di Belanda hingga mendapat sertifikasi di bidang ini.

Setelah pulang dari pengasingan, RM Suwardi bersama rekan-rekan seperjuangan mendirikan Nationaal Onderwijs Instituut atau Perguruan Nasional Taman Siswa pada tanggal 3 Juli 1922. Perguruan itu bercorak nasional dan berusaha menanamkan rasa kebangsaan dalam jiwa anak didik. Pernyataan asas dari Taman Siswa berisi 7 pasal yang memperlihatkan bagaimana pendidikan itu diberikan, yaitu untuk menyiapkan rasa kebebasan dan tanggung jawab, agar anak-anak berkembang merdeka dan menjadi serasi, terikat erat kepada milik budaya sendiri sehingga terhindar dari pengaruh yang tidak baik dan tekanan dalam hubungan kolonial, seperti rasa rendah diri, ketakutan, keseganan dan peniruan yang membuta. Selain itu anak-anak dididik menjadi putra tanah air yang setia dan bersemangat, untuk menanamkan rasa pengabdian kepada bangsa dan negara. Dalam pendidikan ini nilai rohani lebih tinggi dari nilai jasmani.

Pada tahun 1930 asas-asas ini dijadikan konsepsi aliran budaya, terutama berhubungan dengan polemik budaya dengan Pujangga Baru. Selain mencurahkan dalam dunia pendidikan secara nyata di Tamansiswa, RM Suwardi juga tetap rajin menulis. Namun tema tulisan-tulisannya beralih dari nuansa politik ke pendidikan dan kebudayaan. Tulisannya yang berisi konsep-konsep pendidikan dan kebudayaan yang berwawasan kebangsaan jumlahnya mencapai ratusan buah. Melalui konsep-konsep itulah dia berhasil meletakkan dasar-dasar pendidikan nasional bagi bangsa Indonesia.

Pemerintah Belanda merintangi perjuangannya dengan mengeluarkan Ordonansi Sekolah Liar pada 1 Oktober 1932. Tetapi beliau dengan gigih memperjuangkan haknya, sehingga ordonansi itu dapat dicabut. Saat genap berusia 40 tahun menurut hitungan Tahun Caka, Raden Mas Suwardi Suyaningrat berganti nama menjadi Ki Hajar Dewantara, dan semenjak saat itu beliau tidak lagi menggunakan gelar kebangsawanan di depan namanya. Hal ini dimaksudkan supaya beliau dapat bebas dekat dengan rakyat, baik secara fisik maupun hatinya. Dalam zaman Pendudukan Jepang, kegiatannya di bidang politik dan pendidikan tetap dilanjutkan.

Waktu Pemerintah Jepang membentuk Pusat Tenaga Rakyat (Putera) di tahun 1943, Ki Hajar duduk sebagai salah seorang pimpinan di samping Ir. Soekarno, Drs. Muhammad Hatta dan K.H. Mas Mansur. Setelah zaman kemedekaan, Ki Hajar pernah menjabat sebagai Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan. Pada tahun 1957, Ki Hajar menerima gelar Doctor Honoris Causa dari Universitas Gajah Mada. Beliau meninggal dunia pada 26 April 1959 di Yogyakarta dan dimakamkan di sana.

Guna menghormati nilai-nilai semangat perjuangan Ki Hajar Dewantara dalam bidang pendidikan nasional, Pemerintah Republik Indonesia pada tahun 1959 menetapkan beliau sebagai Pahlawan Pergerakan Nasional dan tanggal kelahirannya kemudian dijadikan Hari Pendidikan Nasional. Pihak penerus Perguruan Taman Siswa, sebagai usaha untuk melestarikan warisan pemikiran beliau, mendirikan Museum Dewantara Kirti Griya di Yogyakarta. Dalam museum terdapat benda-benda atau karya-karya Ki Hajar sebagai pendiri Taman Siswa dan kiprahnya dalam kehidupan berbangsa. Koleksi museum yang berupa karya tulis atau konsep dan risalah-risalah penting serta data surat-menyurat semasa hidup Ki Hajar sebagai jurnalis, pendidik, budayawan dan sebagai seorang seniman telah direkam dalam mikrofilm dan dilaminasi atas bantuan Badan Arsip Nasional.

Ki Hajar Dewantara memang tidak sendirian berjuang menanamkan jiwa merdeka bagi rakyat melalui bidang pendidikan. Namun telah diakui dunia bahwa kecerdasan, keteladanan dan kepemimpinannya telah menghantarkan dia sebagai seorang yang berhasil meletakkan dasar pendidikan nasional Indonesia.

Ada 3 Prinsip Dasar Kepemimpinan Ki Hajar Dewantara adalah :

1. Ing ngarsa sung tulada. Artinya, di depan memberi teladan. Pemimpin harus menjadi contoh bagi anak buahnya.

2. Ing madya mangun karsa. Artinya di tengah membangun kehendak atau niat. Pemimpin harus berjuang bersama anak buah.

3. Tut wuri handayani. Artinya, dari belakang memberikan dorongan. Ada saatnya pemimpin membiarkan anak buah melakukan sendiri.

Ketiga prinsip tersebut, ing ngarsa sung tulada, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani, perlu dilakukan sesuai dengan tingkat kepentingan.

Ing ngarsa sung tulada
Sebagai pemimpin, terkadang kita perlu berdiri di depan dan memimpin pasukan. Ini penting, terutama jika pasukan kita terdiri dari orang-orang yang kurang berpengalaman. Cara paling mudah memimpin pasukan adalah menjadi teladan dan cara paling mudah menjadi teladan adalah practice what you preach. Menjalankan yang Anda kotbahkan.

Ing madya mangun karsa

Karsa artinya kemauan, kehendak atau niat. Dalam beberapa artikel, karsa sering di salah-artikan sebagai prakasa atau ide. Dan, tentu saja, karsa berbeda dengan prakarsa.

Terkadang, sebagai pemimpin, kita perlu ditengah-tengah membangun pasukan dan berjuang bersama anak buah. Biasanya, kondisi ini terjadi ketika anak buah Anda belum terlalu mengerti tugas dan kewajibannya dan mereka sedang menghadapi pekerjaan sulit. Anda pelu membiarkan mereka melakukan sendiri, tetapi dengan membangun jiwa mereka, agar semangat dan motivasi mereka tetap membara. Di tengah-tengah mereka, Anda menjadi motivator yang membangun semangat. Presiden Soekarno sangat hebat dalam hal ini.

Tut wuri handayani
Ketiga, pasukan Anda sudah mampu melakukan pekerjaan mereka. Kini tugas sudah lebih mudah. Anda perlu step back dan berdiri dibelakang memberikan dorongan dan coaching. Biarkan mereka bertugas dan tugas Anda, mengamati hasil pekerjaan mereka.

Sumber :

http://id.wikipedia.org/wiki/Ki_Hadjar_Dewantara

http://blog.tp.ac.id/pdf/tag/kelebihan-dan-kekurangan-pandangan-ki-hajar-dewantara-tentang-pendidikan.pdf

http://ekonomi.kompasiana.com/manajemen/2012/05/23/3-prinsip-dasar-kepemimpinan-ki-hajar-dewantara-459284.html


0 comments:

Posting Komentar

 

YESSY OKTAVYANTHI Copyright © 2009 Cookiez is Designed by Ipietoon | Sponsored by: Website Templates | Premium Wordpress Themes | consumer products. Distributed by: blogger template